Oleh: Noorhaytie H Sirmyah SPd

SEJAK Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya kasus Corona virus Disease 2019 (Covid-19) pada awal Maret 2020 yang lalu, Indonesia kemudian dihadapkan pada masa pandemi. Hampir seluruh sektor kehidupan lumpuh, tidak terkecuali di bidang pendidikan. Apalagi saat itu, seluruh satuan pendidikan maupun lembaga pendidikan tinggi memasuki akhir semester genap dan akan menghadapi masa penilaian akhir tahun atau ujian sekolah, yang kemudian diikuti dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Berbagai  kebijakan di bidang pendidikan terus diupayakan pemerintah, hingga terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan,, dan Menteri Dalam Negeri, tanggal 15 Juni 2O20, yang menetapkan panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021 dan tahun akademik 2020/2021 di masa pendemi corona virus disease 19 (Covid-19), dan di dalamnya antara lain mengatur pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan dengan ketentuan :

a. satuan pendidikan yang berada di daerah Zona Hijau dapat melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan setelah mendapatkan izin dari pemerintah daerah melalui dinas pendidikan provinsi atau kabupaten/kota, kantor wilayah Kementerian Agama provinsi, dan kantor Kementerian Agama kabupaten/kota sesuai kewenangannya berdasarkan persetujuan gugus tugas percepatan penanganan COVID- 19 setempat;

b. satuan pendidikan yang berada di daerah Zona Kuning, Oranye, dan Merah, dilarang melakukan proses pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR).

Sekolah yang dikategorikan berada di Zona Kuning, Oranye, dan Merah pilihannya adalah melaksanakan Belajar Dari Rumah untuk menjamin kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat. Hal ini merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran. Selain itu tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial juga menjadi pertimbangan dalam pemenuhan layanan pendidikan selama masa pandemi COVID-19.

Pelaksanaan Belajar Dari Rumah yang dilaksanakan selama ini bukan tanpa masalah. Khususnya bagi PAUD Sekolah Swasta, berbagai persoalan terjadi bagi guru, orang tua, siswa, dan penyelenggara. Guru kesulitan mengelola PJJ dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum. Waktu pembelajaran berkurang sehingga guru tidak mungkin memenuhi beban jam mengajar. Guru kesulitan komunikasi dengan orang tua sebagai mitra di rumah. Permasalahan bagi  orang tuatidak semua orang tua mampu mendampingi anak belajar di rumah karena ada tanggung jawab lainnya (kerja, urusan rumah. Kesulitan orang tua dalam memahami pelajaran dan memotivasi anak saat mendampingi belajar di rumah. Bagi siswa kesulitan konsentrasi belajar dari rumah dan mengeluhkan beratnya penugasan soal dari guru. Peningkatan rasa stress dan jenuh akibat isolasi berkelanjutan berpotensi menimbulkan rasa cemas dan depresi bagi anak. Bagi pengelola sekolah

Dampak sekolah paud swasta selama pandemic covid ini begitu terasa, baik kepada pendidiknya juga kepada yayasan ataupun pengelolanya. Semua pengelola ataupun kepala sekolah harus putar  otak untuk biaya operional sekolah yang begitu berimbas.

Teriring dengan surat edaran perwali nomor 20 tahun 2020 dengan salah satu pasal yang berbunyi ‘pembatasan aktivitas diluar rumah’ maka seluruh sekolah tidak terkecuali paud – paud swastapun meningkatkan kepatuhan terhadap surat tersebut. Lebih tepatnya terhitung mulai tanggal 18 maret 2020 seluruh kegiatan yang bersifat mengumpulkan orang banyak ditiadakan, seperti perkantoran, sekolah dan kegiatan masyarakat guna memutus mata rantai virus yang sangat membahayakan.

Agar pendidikan tetap berjalan dan semangat anak anak  paud tetap terjaga, maka kepala sekolah membuat program BDR atau  Belajar Di Rumah dengan pemberian lembaran tugas pada peserta didik yang di ambil tiap 3 minggu sekali ke paud dan dikumpulkan tiap 3 minggu sekali, ada pula yang membuat program home visit yaitu kunjungan pendidik ke rumah murid dalam 2 bulan sekali secara bergantian dengan sehari kunjungan hanya 4 orang peserta dididk saja.

Adapun dampak psikologis dari anak paud adalah kejenuhan yang sangat tinggi, mereka tidak bisa bermain sambil belajarsecara leluasa dengan teman – teman sebayanya. Dan untuk mengikuti aturan protocol kesehatan pun perlu waktu lama memberikanpenjelasan kepada peserta didik dengan usia 0 sampai 6 tahun tersebut. Mereka tidak memahami bagaimana menjaga jarak, andaipun dilakukan tentu tidak berselang waktu yang lama untuk mereka saling berdekatan kembali. Begitu pula bila dilaksanakan program temu online, sesuai anak paud belum mengenal cara penggunaan handphone seluler, andai orang tuanya berkerja pun, tentu menunggu waktu libur orang tuanya agar bisa menggunakan alat zoom dengan semua peserta didik dan pasti dengan pendampingan orang tuanya.

Adapun dampak ekonomi dari pandemic ini begitu sangat terasa bagi pendidik paudnya terlebih pada pengelolanya itu sendiri. Andai paud negeri mungkin lebih nyaman dengan biaya operasional seperti gajih pendidiknya yang rata – rata PNS sudah memiliki anggaran tersendiri oleh pemerintahsetempat. Namun yang terasa dampaknya adalah pendidik = pendidik yang honor terlebih honor yayasan paus swasta. Karena gajih pendidik dari yayasan swasta adalah dari iuran spp peserta didik itu sendiri. Dengan adanya pandemic seperti ini, banyakorang tua peserta didik paud yang non bekerja, ada yang usahanya sedah vailit, ada yang istirahat bekerja imbas dari pengerempengan pekerja diperusahaannya dan masih banyak lagi keluhan para orang tua peserta didik paud. Sehingga menimbulkan tidak lancarnya biaya operasional yayasan tersebut.

Kekhawatiran apabila Belajar Dari Rumah bila segera diatasi dengan baik antara lain terjadinya ancaman putus sekolah. Penuruna  capaian belajar, karena perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio-ekonomi berbeda.Kekerasan pada anak dan risiko eksternal, karena tanpa sekolah, banyak anak yang terjebak di kekerasan rumah tanpa terdeteksi oleh guru. Persepsi orang tua pun akan negative, karena banyak yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar apabila proses pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka.

Sekalipun Belajar Dari Rumah dengan pola pembelajaran jarak jauh masih terus dilakukan, namun berbagai solusi perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin kualitas belajar mengajar jarak jauh tetap terjaga. Guru tetap diberi ruang terbuka untuk meningkatkan kometensi melalui bimbingan teknis pembelajaran jarak jauh baik melalui daring atau luring. Penyediaan kuota gratis garu guru-guru PAUD, dan peningkatan bantuan BOS dan BOP.

*) Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Pendidikan Uniska MAB

Leave a Comment